Ditulis oleh:  B.A. Djaafara, F. Verisqa, R. Maulida, F. Andiwijaya, I. Fadilah, K. Saraswati, N. Abdullah

Disclaimer: Para penulis merupakan pelajar Indonesia yang sedang melaksanakan studi di Inggris Raya dengan latar belakang pendidikan kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, biostatistika, dan epidemiologi. Artikel ini disusun untuk mencoba memberikan pemaparan objektif terkait potensi bahaya dan manfaat dari vaksin AstraZeneca sesuai dengan data yang didapat dari Inggris Raya. Artikel ini bukanlah rekomendasi medis resmi dan hanya merupakan sumber informasi tambahan bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut terkait potensi bahaya dan manfaat vaksin AstraZeneca, utamanya untuk orang berusia muda. Pembaca dimohon untuk selalu memantau rekomendasi dari BPOM dan Kementerian Kesehatan terkait proses vaksinasi di Indonesia.

TLDR: Jika Anda ditawari vaksinasi COVID-19 dengan vaksin AstraZeneca: pelajari informasi mengenai risiko kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) serius vaksinasi di kelompok umur Anda, perhatikan risiko infeksi COVID-19 berdasarkan lokasi dan aktivitas sehari-hari Anda, perhatikan profil risiko gejala berat akibat infeksi COVID-19 di kelompok umur Anda. Berdasarkan informasi-informasi tersebut dan ada tidaknya komorbiditas, pertimbangkan risiko bahaya serta manfaat dari vaksinasi COVID-19. Lalu, apabila Anda memutuskan untuk menerima vaksin, pelajari bagaimana langkah antisipasi dan pelaporan apabila terjadi KIPI ringan maupun serius agar bisa segera tertangani.

Kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) adalah “..setiap kejadian medis yang tidak diinginkan, terjadi setelah pemberian imunisasi, dan belum tentu memiliki hubungan kausalitas dengan vaksin.

Berita Kontroversial soal Vaksin AstraZeneca

Belakangan ini banyak berita mengenai vaksin AstraZeneca yang kontroversial, seperti berita mengenai hasil uji klinis yang cukup berbeda-beda, kejadian pembekuan darah yang patologis pascavaksinasi, dan fatwa haram tapi boleh. Di Indonesia sendiri, berita kematian pascavaksinasi dengan vaksin AstraZeneca pun memicu diskusi apakah vaksin AstraZeneca ini benar-benar aman untuk diberikan, terutama untuk populasi yang relatif muda (di bawah 40 tahun). Beberapa ahli di Indonesia, termasuk di antaranya ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (Prof. Zoebairi Djoerban), berpendapat sebaiknya vaksin AstraZeneca tidak diperbolehkan untuk kalangan muda. Pernyataan ini merujuk pada rekomendasi komite vaksinasi di Inggris Raya (Joint Committee on Vaccination and Immunisation atau JCVI) untuk memberikan vaksin alternatif selain vaksin AstraZeneca, jika memungkinkan, untuk orang berusia di bawah 40 tahun. Namun, perlu dipahami bahwa kebijakan yang berlaku di Inggris ini disusun dengan pertimbangan komprehensif terkait beberapa faktor terkait potensi bahaya dan manfaat (harms and benefits) dari pemberian vaksin yang spesifik dengan situasi di Inggris Raya. Di artikel ini, kami mencoba menguraikan faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan tersebut.

Potensi bahaya dan manfaat

Pada setiap tindakan medis, selalu ada potensi bahaya dan manfaatnya. Winton Centre for Risk & Evidence Communication menulis sebuah artikel yang menjelaskan tentang pertimbangan bahaya dan manfaat dalam pemberian vaksin AstraZeneca menggunakan data dan konteks spesifik di Inggris Raya. 

Sejauh ini, potensi bahaya efek samping serius yang berhubungan dengan pemberian vaksin AstraZeneca yang banyak dibicarakan adalah pembekuan darah dan anafilaksis. Efek samping lain yang dilaporkan cenderung ringan dan pulih dalam tempo waktu yang singkat seperti demam, sakit kepala, kelelahan, dsb. Dari data yang dirilis oleh badan pengawas obat-obatan di Inggris Raya (Medicines and Healthcare products Regulatory Agency atau MHRA), potensi efek samping serius lebih sering terjadi di orang-orang yang berusia relatif muda.

Di samping risiko yang telah disebutkan, pemberian vaksin memiliki potensi manfaat berupa proteksi diri sendiri dari infeksi COVID-19, termasuk mencegah gejala kesakitan yang parah serta jangka panjang (long-COVID), dan proteksi terhadap orang lain dengan mengurangi kemungkinan penularan apabila terinfeksi virus SARS-CoV-2. Namun, potensi manfaat-manfaat tersebut juga dapat berubah-ubah dan bergantung terhadap risiko infeksi setempat (bergantung terhadap prevalensi infeksi lokal) dan risiko gejala buruk apabila terinfeksi (bergantung terhadap usia dan status komorbiditas).

Dalam konteks potensi bahaya dan manfaat, perlu juga diingat bahwa exposure terhadap bahaya dari pemberian vaksin umumnya terjadi maksimum dua kali yaitu pada  periode relatif singkat (hari atau mingguan) pasca pemberian setiap suntikan. Namun, potensi manfaat yang diberikan oleh vaksin berupa perlindungan terhadap infeksi bagi diri sendiri dan orang lain merupakan sesuatu yang terakumulasi setiap hari dan berkesinambungan selama durasi protektif oleh vaksin, boleh jadi bulanan hingga tahunan.

Konteks penularan setempat dalam pertimbangan bahaya dan manfaat

Dalam artikel mereka, Winton Centre for Risk and Evidence Communication mencantumkan grafik informatif perbandingan potensi bahaya (kejadian pembekuan darah) dan manfaat (pencegahan kasus COVID-19 parah yang membutuhkan perawatan intensif) berdasarkan konteks risiko penularan di Inggris Raya. Kami mencantumkan dua buah grafik. Gambar 1 merepresentasikan konteks penularan yang sangat rendah (seperti yang terjadi di bulan April 2020 ketika rekomendasi oleh JCVI dibuat). Gambar 2 merepresentasikan konteks penularan yang tinggi (seperti yang terjadi ketika puncak penularan virus di Inggris Raya). Dari kedua grafik tersebut dapat terlihat bahwa pertimbangan bahaya dan manfaat sangat bergantung juga dengan konteks risiko penularan lokal. Di mana ketika risiko penularan lokal tinggi, potensi manfaat perlindungan dari vaksin terhadap kemungkinan infeksi serius akan melebihi potensi bahaya efek samping parah yaitu pembekuan darah.

Gambar 1. Perbandingan bahaya dan manfaat dalam konteks risiko penularan sangat rendah (Credit: “Winton Centre for Risk & Evidence Communication, University of 

Cambridge”).

Gambar 2. Perbandingan bahaya dan manfaat dalam konteks risiko penularan tinggi (Credit: “Winton Centre for Risk & Evidence Communication, University of Cambridge”).

Konteks lain yang dijadikan pertimbangan di Inggris Raya

Selain pertimbangan konteks penularan lokal, JCVI dalam rekomendasinya juga secara spesifik menyebutkan bahwa orang berusia di bawah 40 tahun dapat diberikan vaksin alternatif selain AstraZeneca apabila vaksin alternatif tersebut tersedia dan pemberian vaksin alternatif tersebut tidak akan menyebabkan hambatan dalam proses pemberian vaksin di populasi secara keseluruhan. Di Inggris Raya, vaksin buatan perusahaan Pfizer dan Moderna dapat menjadi vaksin-vaksin alternatif yang dapat diberikan kepada orang-orang berusia di bawah 40 tahun apabila stoknya tersedia.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Indonesia

Pada minggu ketiga Mei 2021, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof. Hindra Irawan Satari memberikan keterangan pers terkait data KIPI dari program vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Berdasarkan investigasi Komnas KIPI, belum ada kasus kematian yang berhubungan langsung dengan vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Dari 30 laporan kematian pasca-vaksinasi yang diinvestigasi (27 orang diberikan vaksin Sinovac dan 3 AstraZeneca–konteks angka: perlu diingat bahwa jumlah orang yang menerima vaksin Sinovac di Indonesia pada saat laporan ini dibuat lebih banyak dibanding yang menerima vaksin AstraZeneca), hasil investigasi menyatakan bahwa kematian-kematian tersebut disebabkan oleh penyebab lain seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Selain itu terdapat 229 laporan efek samping serius yang diterima oleh Komnas KIPI per 16 Mei, yang mana ada 211 laporan dari vaksin Sinovac dan ada 18 laporan dari vaksin AstraZeneca. Namun, tidak disebutkan secara rinci apa saja KIPI serius yang dilaporkan. Untuk KIPI non serius, yang mencakup pusing, muntah, demam, nyeri otot, hingga nyeri sendiri, dan beberapa efek samping ringan lainnya, Komnas KIPI menerima 10.627 laporan (9.738 Sinovac dan 889 AstraZeneca). Sebagai konteks, per tanggal 20 Mei 2021, sudah sebanyak 24 juta dosis vaksin diberikan kepada penduduk Indonesia. Namun, data tersebut masih terbatas dan  sulit untuk diinterpretasi serta dijadikan bahan pertimbangan terkait bahaya dan manfaat vaksinasi terutama dalam konteks pemberian vaksin di Indonesia. Karena itulah pemerintah perlu merilis laporan lebih rinci lagi terkait KIPI serius dan nonserius dari vaksin COVID-19 agar evaluasi terkait potensi bahaya dari vaksin dapat juga dilakukan berdasarkan data lokal.

Perlu digaris bawahi pula bahwa untuk memastikan hubungan sebab akibat dari suatu intervensi medis dan kejadian serius yang cukup jarang terjadi tidak mudah. Uji klinis tahap tiga pun biasanya belum cukup reliabel. Tersedianya data observasional yang berkualitas terkait vaksinasi COVID-19 di Indonesia, untuk mengestimasi apakah ada peningkatan kejadian relatif pembekuan darah  vaksinasi dengan AstraZeneca dibanding merek lainnya misalkan, menjadi krusial. Bahkan temuan deskriptif awal apakah ada peningkatan risiko pada populasi tertentu yang mendapat vaksin AstraZeneca dibandingkan risiko dasar pada populasi umum pun akan bermanfaat bagi masyarakat, tenaga kesehatan, dan regulator dalam pengambilan keputusan.

Konteks urgensi vaksinasi di Indonesia

Setelah memfokuskan program vaksinasi kepada tenaga kesehatan, lansia, dan pejabat publik pada gelombang 1 dan 2, pemerintah Indonesia mulai mempersiapkan pemberian vaksin gelombang 3 di akhir bulan Mei 2021. Pemberian vaksin gelombang 3 ini akan menyasar kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), penyandang disabilitas, orang yang tinggal di wilayah rawan penyebaran COVID-19 dan orang yang tinggal di pemukiman padat. Pada kriteria kelompok-kelompok tersebut, tentu termasuk juga di dalamnya orang-orang dengan usia di bawah 40 tahun yang mungkin memiliki risiko pembekuan darah relatif lebih tinggi apabila menerima vaksin AstraZeneca.

Dalam kebijakan pemberian vaksinnya, perlu dikaji lagi apakah manfaat vaksinasi dalam mencegah gejala-gejala parah COVID-19 dan penularan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko bahayanya untuk konteks penularan lokal. Sebagai contoh, beberapa negara di Eropa sempat menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca karena adanya laporan kasus pembekuan darah. Namun vaksinasi dengan AstraZeneca dimulai kembali setelah European Medicine Agency menyatakan bahwa vaksin tidak meningkatkan insidens keseluruhan pembekuan darah, walaupun tidak memungkiri adanya sejumlah kasus pembekuan darah yang langka. Inggris Raya sendiri tidak pernah menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca setelah ada laporan kasus pembekuan darah. Untuk menindaklanjuti kemungkinan terjadinya pembekuan darah pascavaksinasi, maka dibuat rekomendasi untuk memberikan alternatif kepada masyarakat yang berusia di bawah 40 tahun. Dari kebijakan-kebijakan tersebut dapat dilihat bahwa tindak lanjut terhadap KIPI dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi negara masing-masing dengan memastikan tidak terjadi penundaan vaksinasi yang signifikan. 

Adanya sirkulasi varian-varian baru COVID-19 yang diduga memiliki kemampuan penularan lebih tinggi dan menyebabkan risiko keparahan lebih besar juga perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam program pemberian vaksin. Baru-baru ini sebuah kajian dari Public Health England melaporkan bahwa dua dosis vaksin AstraZeneca 60% (dengan selang kepercayaan lebar karena data yang relatif sedikit) efektif memberikan perlindungan terhadap infeksi dari varian B.1.617.2 (atau varian Delta) yang pertama kali ditemukan di India. Hasil kajian tersebut juga perlu dijadikan pertimbangan di Indonesia yang juga sedang mengalami peningkatan temuan kasus varian B.1.617.2.

Strategi alternatif yang dapat ditempuh untuk meminimalisasi risiko KIPI serius di populasi usia muda adalah dengan memfokuskan alokasi distribusi vaksin AstraZeneca di wilayah yang masih memiliki cakupan vaksinasi lansia yang rendah. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per akhir Mei 2021, baru sekitar 14% lansia di Indonesia yang mendapatkan minimal satu dosis vaksin COVID-19. Sebagai populasi yang paling rentan, program vaksinasi masih tetap harus difokuskan pada lansia dalam konteks ketersediaan vaksin yang terbatas. 

Tak kalah pentingnya, peran aktif pemerintah sangat diperlukan untuk melakukan komunikasi risiko yang baik dan transparan, mengedepankan pesan terkait potensi bahaya dan juga manfaat dari pemberian vaksin AstraZeneca. Dengan komunikasi risiko yang baik dan transparan, harapannya, program vaksinasi dapat berjalan dengan lancar dan segala potensi bahaya dari vaksinasi dapat diantisipasi dengan baik.

Apakah saya terima jika ditawarkan vaksin AstraZeneca? Perlukah menunggu vaksin yang lain?

Konteks potensi bahaya dan manfaat dari vaksin AstraZeneca yang dipaparkan pada artikel ini merupakan hasil kalkulasi berdasarkan kondisi di Inggris Raya. Manfaat ini jelas dapat berubah sesuai dengan beberapa hal, antara lain seberapa besar kemungkinan seseorang terpapar virus (misalnya seberapa umum penularan virus tersebut secara lokal, pada saat itu; bagaimana risiko paparan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari orang tersebut terhadapnya), dan seberapa besar kemungkinan seseorang mendapatkan hasil yang buruk sebagai akibat tertular virus (ini sebagian besar dipengaruhi oleh usia mereka, tetapi juga kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti status komorbiditas).

Potensi manfaat dari vaksinasi COVID-19 tidak hanya dirasakan oleh orang yang menerima vaksin tapi juga dirasakan orang-orang di sekelilingnya karena mengurangi kemungkinan mereka terinfeksi oleh orang yang telah divaksinasi. Manfaat potensial ini juga berlanjut setiap hari setelah orang tersebut divaksinasi (dan bila kemudian terpapar virus).   

Perlu disadari bahwa setiap tindakan medis seperti vaksinasi memiliki potensi bahaya dan manfaat. Sehingga penting bagi masing-masing individu untuk mencari dan mendapat informasi yang lengkap mengenai potensi bahaya dan manfaat vaksin-vaksin yang akan diberikan untuk mereka. Dalam artikel ini, kami mencoba menjabarkan potensi bahaya dan manfaat vaksin AstraZeneca berdasarkan data dari Inggris Raya untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan. Namun hal-hal lain yang juga perlu dijadikan bahan pertimbangan adalah: KIPI lain yang dapat terjadi, risiko individu mengalami KIPI tersebut (contoh: riwayat penyakit kekentalan darah, riwayat alergi), dan ke mana harus melapor dan mendapatkan penanganan. Konsultasikan kepada tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas vaksinasi Anda.

Comments