Diskusi Merdeka Belajar: Apresiasi Para Pelajar Indonesia di Inggris Raya Terhadap Dedikasi dan Inisiasi Para Guru selama Pandemi
28 November 2020




PPI UK bekerja sama dengan PPI Hull dan PPI Brisbol Bath menyelenggarakan Nusantara Virtual Café #2 yang bertema Merdeka Belajar: mengapresiasi Dedikasi dan Inisiasi Para Guru selama Pandemi. Acara yang diselenggarakan dalam rangka mengapresiasi dan merayakan Hari Guru Nasional Indonesia ini mendiskusikan bagaimana kolaborasi dan peranan pemerintah, guru, keluarga, dan lingkungan sosial dalam menjalankan pembelajaran jarak jauh di Indonesia.
Narasumber

Dr. Iwan Syahril
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbud Republik Indonesia

Anna Undarwati, S.Psi., M.A.
PhD Candidate,
Universityf of Hull

Dr. Tracey Yani Harjatanayan
Board of Director Sultan Iskandar Muda Foundation
Dalam kegiatan tersebut, tiga narasumber hadir sesuai dengan kompetensinya, yakni Dr. Iwan Syahril, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Republik Indonesia, Anna Undarwati, dosen Universitas Negeri Semarang dan kandidat doktoral bidang ilmu psikologi University of Hull, dan Dr. Tracey Yani Harjatanaya, anggota Board of Director Sultan Iskandar Muda Foundation yang juga alumni dari University of Oxford.
Dalam pengantarnya, Arif Rokhman, Ph.D., sebagai perwakilas Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI London menjelaskan pentingnya guru dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat, sebagai pejuang yang perannya tidak bisa digantikan meski dengan teknologi. Arif juga menuturkan bahwa pentingnya rasa empati masyarakat terhadap perjuangan guru di Indonesia, terutama mereka yang mengajar di pelosok daerah. “Kita perlu memberikan sumbangsih dan manfaat yang berguna, suatu tindakan untuk guru terutama mereka yang berada di perbatasan Indonesia,” pungkasnya.
Kebijakan Pemerintah untuk Pembelajaran Jarak Jauh
Pada sesi pertama Iwan Syahril menjelaskan peranan pemerintah terhadap kebijakan pembelajaran jarak jauh dan bagaimana implementasinya terhadap sistem tersebut di era pandemi ini. Pemerintah melakukan restorasi fundamental pada kurikulum pendidikan, yakni fokus untuk menyekolahkan masyarakat, menargetkan hasil pembelajaran yang berkualitas, dan distribusi pendidikan yang merata. Salah satu caranya adalah memberikan kewenangan penggunaan dana BOS pada sekolah untuk memfasilitasi pembelajaran jarak jauh. Sebelum sekolah menentukan penggunaan dana tersebut, diperlukan assessment diagnostic, salah satunya adalah melihat bagaimana keadaan siswa dan persoalan yang siswa hadapi, bagaimana aksesbilitasnya dalam menjalani pembelajaran. Hal ini dilakukan mengingat setiap daerah memiliki halangan yang berbeda dengan daerah lainnya.
Selain itu, Iwan juga memaparkan perjuangan guru di masa pandemi yakni menempa mental mereka dalam mendukung budaya inovasi dengan bergerak dalam ruang yang tidak nyaman untuk mencari solusi. Kedua, timbulnya sifat pembelajar sehingga guru memiliki kemauan untuk memecahkan masalah, di mana orientasi belajar tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Ketiga, terdapat kecemasan pada guru untuk menggunakan teknologi, sehingga guru mengeksplorasi daya juangnya untuk melawan kecemasan tersebut. “Guru adalah faktor penentu yang bisa mengangkat kualitas pendidikan. Kita perlu membantu guru untuk men-transformasi sistem pendidikan, bukan reformasi, dengan menyumbangkan kolaborasi agar kita bisa me-reimajinasi ekosistem pendidikan secara kreatif,” ujarnya menutup sesi diskusi pertama.

““Kita memerlukan kreativitas dalam menciptakan modul-modul pembelajaran, integrasi antara work from home dan school from home, hingga komunikasi yang baik antara orangtua dan pihak sekolah agar anak menjadi tetap bersemangat,”” – Anna Undarwati
Peran Guru, Sekolah, dan Orang Tua
Di dalam diskusi ini penyelenggara juga menampilkan video inspiratif dari pengajar di pelosok Indonesia dalam menginovasi pembelajaran jarak jauh. Ranita Sari, Co-Founder Digitalisasi Education Community, menjelaskan program JUARA “Jumpa via Suara” sebagai bentuk media pembelajaran siswa lewat saluran radio di Kabupaten Pali. Program ini merupakan kolaborasi Dinas Pendidikan Kabupaten Pali Provinsi Sumatera Selatan dengan Ikatan Guru Indonesia Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir dan Digital Educommunity. Program ini membantu siswa dan guru di daerah lokal yang kesulitan mengakses internet dalam proses pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini. Dengan menggunakan teknologi saluran radio, siswa dan guru lebih mudah menjalankan pembelajaran tanpa terbebani dengan halangan akses jaringan internet. Selanjutnya, Radian Pribadi, perwakilan Indonesia Mengajar di Kepulauan Yapen, Papua, membagikan pengalaman mengajarnya di masa pandemi yakni dengan mendatangi setiap rumah siswa. Hal ini disebabkan infrasruktur di Kepulauan Yapen tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dengan akses internet yang terbatas. Selain itu, tim Indonesia Mengajar di Yapen juga berkolaborasi dengan Radio Republik Indonesia untuk memberikan pembelajaran lewat saluran radio yang dinilai lebih efektif.
Di sesi berikutnya, Dr Tracey memberikan pemaparan tentang bagaimana cara menyeimbangkan peran kompleks antara sekolah dan guru di masa pandemi ini. Perhatian yang harus dilakukan dalam pembelajaran jarak jauh ini adalah pemetaan keadaan dan kebutuhan siswa, sekolah, serta guru, bagaimana fleksibilitas dan pendekatan pedagogi yang akan dilaksanakan, juga diperlukan bagaimana mengimplementasikan inovasi untuk menyeimbangkan akademik dan non-akademik (emotional support). Dr Tracey juga memberikan pandangannya perihal dua fase yang akan dihadapi siswa sehingga diperlukan peran guru unruk menyikapi fase-fase tersebut dengan bijak. “Fase pertama, siswa akan merasa banyak ketidakpastian dan kebingungan dalam menghadapi kendala pembelajaran ini, sehingga diperlukan kolaborasi untuk mencari solusi. Fase kedua, siswa akan merasakan kejenuhan. Hal ini diperlukan penyikapan yang matang untuk menghadapi kendala emosional, bisa dengan cara mendengar suara dan opini dari hambatan siswa,” tuturnya.
Pada sesi terakhir, Anna menceritakan pengalamannya sebagai orangtua yang anaknya menjalani pembelajaran sekolah di masa transisi pandemi di Inggris. Dalam menjalani proses pembelajaran ini, banyak siswa yang merasakan depresi, menjadi social media addicted, obesitas, hingga personalitasnya berubah menjadi dependen. Pengalamannya mendampingi anak ketika pembelajaran jarak jauh ini adalah pentingnya menjaga psikologis anak, contohnya dengan kebijakan sekolah yang memberikan paket modul dan penugasan yang bersifat kualitatif. Sebagai orangtua, Anna menjelaskan, bahwa penting untuk mengedukasi keluarga tentang pentingnya positive well-being sebagai sarana tumbuh kembang anak yang bersekolah di masa pandemi. “Kita memerlukan kreativitas dalam menciptakan modul-modul pembelajaran, integrasi antara work from home dan school from home, hingga komunikasi yang baik antara orangtua dan pihak sekolah agar anak menjadi tetap bersemangat,” tutupnya. *(Safira-Rakyan-Reynaldi /Rikasrat)