Pemateri: Faldo Maldini, Co-Founder pulangkampuang.com, alumnus Imperial College London dan Presiden PPI UK 2013/2014
Pendahuluan
Perekonomian daerah adalah pendorong perkembangan perekonomian nasional karena dari tingkat daerah diciptakan lapangan kerja dan sektor usaha yang meningkatkan kesejahteraan. Namun, banyak warga kelas menengah yang memilih untuk melakukan urbanisasi ke Ibukota demi memiliki hidup yang lebih terjamin. Padahal, sebagian kota tentunya memiliki potensi dan diperlukan untuk menggerakan ekonomi, untuk mengoptimalkan potensi tersebut semangat wirausahawan atau entrepreneur diperlukan. Dalam membahas isu ini, ISF Economics and Business memilih untuk berdiskusi dengan salah satu program yang dapat menjadi salah satu contoh solusi bagi problematika urbanisasi, yaitu pulangkampuang.com yang sedang dirintis oleh Faldo Maldini. Diskusi berjalan pada hari Sabtu, 31 Maret 2018, dan dihadiri oleh 11 orang baik yang berasal dari dalam mau pun luar komunitas ISF Economics and Business.
Pulang dan Mengembangkan Bisnis Lokal
Pulangkampuang.com berbasis social enterpreneurship yang berawal dari sebuah komunitas warga yang peduli akan pengembangan wilayah Sumatera Barat, khususnya Kota Padang. Faldo ingin mengubah paradigma “sukses merantau” menjadi “pulang mengembangkan bisnis lokal”, terutama di sektor potensi seperti pariwisata, makanan, dan SDA. Hal ini tidak berarti bahwa para perantau harus pulang secara fisik, melainkan memberikan perannya bagi pengembangan Kota Padang, salah satunya melalui investasi dana. Kegiatan utama yang dilakukan oleh pulangkampuang.com adalah pembangunan kesadaran akan potensi usaha, program pelatihan keterampilan bisnis, persiapan tes untuk melanjutkan studi, dan crowdfunding. Ini adalah bentuk proses pengembangan bersifat bottom-up yang bisa dilakukan kita sendiri.
Di samping dukungan yang cukup besar, pulangkampuang.com juga memiliki berberapa kendala. Pertama, acap kali program ini dianggap overlap dengan program pemerintah daerah, sehingga komunikasi yang baik dengan pihak tersebut harus dilakukan. Hal ini merupakan paradoks di saat Negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang selalu aktif bertukar pikiran di konferensi mengenai entrepreneurship . Contoh lain yang dapat menggambarkan betapa negara tetangga telah sangat memahami pentingnya kewirausaan ada Pemerintah Singapura yang memasukkan pendidikan kewirausahaan di tingkat sekolah dasar sebagai alternatif karir pilhan siswa setelah studi. Isu umum di lingkungan politik saat ini adalah prioritas Pemerintah ditekankan pada kuantitas dibandingkan kualitas kewirausahaan, seperti melihat jumlah UKM tanpa memastikan performa usaha tersebut.
Hambatan kedua bagi pertumbuhan entrepreneurship di Indonesia adalah isu kepemilikan lahan. Ketidakjelasan kepemilikan lahan mempersempit ruang bagi wirausahawan yang hendak membangun bisnis. Lahan yang bersertifikat pun mayoritas dimiliki oleh kelas ekonomi tingkat teratas yang menjadi pemicu kesenjangan sosial, misalnya pada saat lahan tersebut digunakan untuk pembangunan perumahan yang di luar jangkauan masyarakat umum. Regulasi yang belum jelas dan birokrasi yang rumit membuat banyak orang urung membangun usaha.
Diskusi
Dari diskusi ini kami mengeksplorasi beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaku usaha. Pertama, di samping pemerintah, para wirausahawan perlu memiliki kesadaran bahwa mereka tidak hanya berkontribusi pada pengembangan ekonomi tapi juga memberikan dampak sosial. Hal ini yang juga perlu diperhatikan adalah dampak negatif yang berpotensi muncul. Meski bisnis baru yang inovatif dapat menambah lapangan kerja berkualitas, akan ada sektor usaha lama yang memudar. Untuk itu, selain mengoptimalkan keuntungannya, wirausahawan juga perlu meminimalisasi efek negatif dari disrupsi yang diberikan. Menyeimbangkan aspek bisnis atau keuangan dengan sosial tentu tidak mudah, karena sebagian investor kerap kali hanya memedulikan aspek keuntungan. Padahal, bisnis dengan nilai sosial berkemungkinan lebih sustainable dibandingkan dengan financial-oriented business. Karena umumnya pengusaha yang berorientasi hanya pada keuntungan cenderung melihat hasil jangka pendek, seperti pengusaha agrikultur yang menjual panen dengan harga murah tapi mengimpor hasil pengolahannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pengusaha, khususnya mereka yang bergerak di bidang sosial adalah menyeimbangkan tanggung jawab antara bisnis dan status sebagai tokoh masyarakat. Seringkali entrepreneur diundang untuk mengisi seminar atau acara inspirasional yang dapat mengalihkan fokus dari bisnis. Undangan seperti ini perlu diseleksi berdasarkan relevansinya dengan usaha yang dilakukan, sehingga tidak mendistraksi fokus akan bisnis yangs ednag dijalani.
Kesimpulan
Melihat isu-isu tersebut, apa yang bisa dilakukan kita pasca menimba ilmu di salah satu negara termaju? Sebetulnya semua orang memiliki perannya tersendiri tetapi ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan. Pilihan menjadi pengusaha yang memperhatikan nilai sosial dan skalabilitas tinggi dapat menjadi alternatif yang akan memiliki kontribusi signifikan bagi Indonesia di masa mendatang. Pilihan lain yang dapat dipertimbangkan adalah menjadi bagian dari pemerintahan untuk membantu mempercepat perkembangan entrepreneurship yang berkualitas di Indonesia.
Penulis: Freddy Fashridjal (University of College London)