/

August 2, 2017

Cerita ISIC Versi “Amoeba”

Oleh: Rinda S. Kurnia (London)

Sejak beberapa bulan lalu, grup media sosial saya kerap diramaikan oleh publikasi rangkaian acara yang konon akbar dan meriah. Adalah Indonesian Scholars International Convention (ISIC) – acara yang notifikasinya membuat saya penasaran dan akhirnya memutuskan untuk ikut terlibat sebagai panitia (staff Gala Cultural Night dan liaison officer bagi delegasi perwakilan PPI Dunia) di dalamnya. Tahun ini, ISIC diadakan di University of Warwick, Coventry – sekitar 1.5 jam saja dari London, tempat saya tinggal. Walaupun cukup disibukkan dengan tanggung jawab yang saya pegang, saya tetap senang bisa ikut “menikmati” acara ini.

Hari pertama ISIC saya identifikasikan dengan kegalauan saya untuk membelah diri antara kewajiban menjalankan tugas kepanitiaan serta mengikuti sesi pembelajaran yang ditawarkan. Dengan minat saya terhadap dunia pendidikan, sesi makan siang bersama Ibu Najeela Shihab adalah target utama saya di siang itu. Usai menunaikan tugas di backstage, saya lantas berlari bak orang mengejar maling (true story!) menuju sesi yang diadakan di Le Gusta Restaurant (untungnya masih di gedung yang sama, di Warwick Arts Centre). Sayangnya, saya hanya mendapati ujung dari pidato beliau tapi saya tetap senang karena bisa menjalin networking dengan beliau serta teman-teman lain yang hadir dan memiliki minat yang sama. Tanpa membuang waktu, saya kembali berlari menuju destinasi selanjutnya: sesi breakout dengan tema development. Sudah lama, saya sangat kagum dengan Ibu Tri Rismaharini dan puji syukur, saya bisa melihat beliau secara langsung, walaupun lagi-lagi, hanya kebagian akhir sesi saja, yaitu saat beliau menjawab pertanyaan audience mengenai perkembangan terkini dari Surabaya.

Usai kesibukan “membelah diri”, tiba juga waktunya bagian acara lainnya yang ditunggu-tunggu. Apalagi kalau bukan penampilan guest star, penyanyi muda berbakat yang lagu-lagunya menghiasi playlist saya (dari dulu sampai sekarang): Tulus! Rasa lelah dan juga penat hilang sudah saat Tulus tampil menyanyikan lagu-lagu favorit saya, seperti “Monokrom” dan “Teman Hidup”. Malam itu lalu ditutup dengan sesi foto bersama di belakang panggung; senangnya! Pokoknya, menjadi bagian dari ISIC 2017 buat saya adalah paket lengkap. Tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan saya, tetapi juga menghibur jiwa dan raga yang sedang lelah akibat kejar setoran mengerjakan tugas akhir.

From the same category