“Stres banget nih! Situasi sekarang bikin depresi.”
Familiar dengan ungkapan di atas? Kata ‘depresi’ memang melekat dalam percakapan sehari-hari, termasuk di antara pelajar dan mahasiswa rantau. Kepedulian terhadap depresi pun semakin meningkat secara global. Terbukti, tahun ini WHO mengusung “Depression: Let’s Talk” sebagai tema Hari Kesehatan Dunia yang jatuh pada 7 April.
Bagaimana membedakan kesedihan biasa dengan gejala depresi yang membutuhkan penanganan profesional? Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah agar tidak jatuh dalam keadaan depresi? Yuk, kita kupas bersama!
Apakah saya sedang depresi?
Setiap orang pernah mengalami masa-masa down dan tertekan, apa pun penyebabnya. Lantas, apakah itu selalu identik dengan depresi?
Mari berkenalan dengan tiga gejala utama depresi:
- Sedih berkepanjangan atau mood yang rendah
- Merasa capek dan tidak mempunyai energi untuk melakukan apa pun
- Kehilangan minat terhadap hal-hal yang sebelumnya memberi kesenangan
Nah, jika salah satu gejala di atas terus mengganggu selama dua minggu, bersama dengan gejala tambahan seperti kualitas tidur malam hari terganggu, konsentrasi menurun, kepercayaan diri berkurang, nafsu makan menghilang, merasa bersalah, berpikir atau bertindak yang membahayakan diri sendiri, muncul ide bunuh diri, atau mengalami gejala fisik seperti tremor, segeralah mencari pertolongan.
Apakah saya lebih rentan mengalami depresi dibanding orang lain?
Mungkin kita sering penasaran, bagaimana beberapa orang dapat tetap bersikap positif di tengah terpaan beban yang sangat berat, sedangkan ada orang lain yang lama bersedih akibat masalah sepele. Ternyata, faktor genetik berperan menentukan kerentanan seseorang terhadap depresi. Anak-anak dari orang tua yang mengalami depresi akan lebih berisiko mengalami depresi di kemudian hari. Di samping itu, lingkungan tempat seseorang tinggal dan dibesarkan juga memainkan peranan penting.
Sepertinya saya berisiko untuk mengalami depresi. Apa yang harus saya lakukan?
Setelah mengenali gejala depresi, sepuluh langkah berikut dapat kita coba untuk menjaga diri agar tidak jatuh dalam kondisi depresi berat.
- Teknik 7/11
Teknik ini bertujuan untuk menjaga pikiran agar tetap tenang dalam menghadapi situasi yang meresahkan. Caranya:
- Carilah lokasi yang minim gangguan
- Gunakan pakaian yang longgar
- Duduklah dengan nyaman atau berbaring dengan kedua tangan di atas paha atau di samping badan. Pastikan kedua kaki tidak menyilang
- Tutup kedua mata dan bayangkan kita berada di tempat yang aman dan nyaman
- Tarik napas dalam-dalam sampai hitungan 7, lalu hembuskan sampai hitungan 11. Lakukan sebanyak 10-20 kali
- Berkonsentrasilah terhadap hitungan dan cobalah memblokir pikiran yang meresahkan.
- “STOP!”
Kekhawatiran adalah cikal-bakal depresi. Jika pikiran negatif dan kekhawatiran sudah mulai menaungi, teriakkan “STOP!” sekeras mungkin dalam kepala dan kerjakan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian. Jadikan diri kita terlalu sibuk untuk merasa khawatir.
- Bersosialisasi
Ada ungkapan bahwa bercerita dengan teman jauh lebih murah daripada dengan psikiater. Membicarakan masalah secara terbuka dengan anggota keluarga atau teman akan membantu melepaskan beban yang terpendam. Melakukan aktivitas baru atau yang kita nikmati sebelumnya bersama orang lain juga menjadi pilihan yang menyenangkan, misalnya makan bersama, menonton di bioskop, atau pergi liburan.
- Tertawa
Hal yang mula-mula hilang pada depresi adalah selera humor. Cobalah untuk rileks dan luangkan beberapa menit untuk mengingat kembali kapan terakhir kita tertawa lepas.
- “This too shall pass.”
Dalam hidup, situasi selalu berubah. Masalah yang kita hadapi sekarang akan berlalu dan tidak akan menjadi buruk selamanya. Bayangkan diri kita, lima tahun dari sekarang, menatap masalah yang kita alami hari ini. Masihkah problem tersebut terlihat sebesar yang kita rasakan sekarang?
- Menerima kehilangan
Kehilangan seseorang yang kita sayangi dapat menimbulkan kehampaan dan kesedihan yang berkepanjangan. Pemulihan diri berangkat dari mengikhlaskan kepergian tersebut dalam hati. Kemudian, secara bertahap pindahkan barang-barang pribadi orang tersebut ke tempat yang tidak terlihat mata setiap saat. Pilihlah satu hari dalam rentang waktu tertentu untuk berkabung dan berusahalah menjalani hari-hari lainnya seperti biasa.
- Stay active
Berolahraga dapat meningkatkan mood. Pilihlah olahraga apa saja yang menyenangkan dan sedapat mungkin jalani bersama orang lain.
- Makan sehat
Mengonsumsi makanan bergizi secara teratur juga meningkatkan mood. Tubuh mengolah nutrisi dari makanan menjadi energi untuk beraktivitas dan melawan depresi.
- Menjauhi alkohol
Hindari minuman berlakohol. Ini hanya akan memperberat gejala depresi dalam jangka panjang.
- Mencari pertolongan profesional
Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan profesional sejak dini. Carilah bantuan dokter sesegera mungkin terutama apabila muncul kecenderungan yang membahayakan, misalnya muncul pikiran dan rencana untuk melukai diri sendiri, orang lain, ataupun bunuh diri. Sesuai hasil diagnosis, tenaga medis profesional dapat memberikan konseling, terapi kognitif, atau obat antidepresan dengan pemantauan.
Bagaimana saya dapat menolong orang lain?
Setelah mengenal gejala depresi dan cara mencegahnya, kini saatnya kita mengulurkan tangan. Tawarkan bantuan kepada anggota keluarga, teman, atau kenalan yang mengalami gejala depresi. Jika pada suatu titik kita mulai khawatir akan kesehatan, kebersihan diri, ataupun keselamatannya, segeralah meminta bantuan tenaga profesional seperti dokter atau tenaga sosial di lingkungan anda. Di kampus, hampir setiap universitas menyediakan fasilitas chaplaincy yang membantu mahasiswa untuk beradaptasi dengan tekanan. Ingat, membicarakan masalah secara terbuka lebih sehat bagi kita daripada memendamnya. So, let’s talk!
—
Penulis:
Ronald Manorekang – Stoke Hospital
Editor:
Oviliani Wijayanti – MSc International Health Management, Imperial College London
Nitish Basant Adnani – MSc Paediatrics and Child Health, University College London
Ilustrator:
Dea Meitry Dilista – Master in Psychology, University College London
—
Jika pembaca memiliki saran atau topik kesehatan yang ingin dibahas, silakan menuliskannya di sesi comments.
—
Sumber:
http://www.who.int/topics/depression/en/
Psychol Bull. 1990 Jul;108(1):50-76. Children of depressed parents: an integrative review. Downey G,Coyne
Sharply CF. 2013. Understanding and treating depression. Tilde publishing and distribution pp 19-20, 107-8
Griffin J and tyrell I. 2004. How to lift depression […fast]. Hg publishing pp 83-149