Pemateri: Ngurah Beni Setiawan (Imperial College London)

..sambungan dari Bagian 3

Menurut Outlook Energi Indonesia 2016 yang disusun BPPT, salah satu penyebab utama kurang berkembangnya EBT di Indonesia ialah tidak seimbangnya penawaran dan permintaan di tiap-tiap daerah di Indonesia. Pulau Jawa, sebagai pulau dengan konsumsi energi terbesar tidak memiliki potensi energi sebesar pulau-pulau di NTB dan NTT, yang sebaliknya memiliki tingkat konsumsi energi yang cukup minim. Selain itu, distribusi EBT (utamanya angin, solar, mikro-hidro, dan laut) yang terbatas pada sebaran lokal masih menjadi hambatan.

Hal lain yang dapat disorot ialah perkembangan energi nuklir di Indonesia. Secara mental, sebagian masyarakat Indonesia masih belum siap untuk mengadopsi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akibat musibah Chernobyl dan Fukushima, yang secara statistik terbilang sangat jarang terjadi. Padahal dibandingkan dengan beberapa sumber energi lainnya, nuklir masih merupakan sumber energi yang paling aman (contoh: baling-baling untuk turbin angin jika terlepas dapat menyebabkan korban jiwa, bendungan PLTA memiliki resiko untuk jebol, batu bara menyebabkan polusi udara, dll.). Indonesia sendiri telah memiliki tiga reaktor riset nuklir (non pembangkit listrik) dengan teknologi yang paling maju dibandingkan negara-negara Asia Tenggara dan Australia. Untuk menjawab ketakutan tersebut, sebuah reaktor eksperimental akan dibangun di daerah Serpong. Reaktor penghasil listrik ini selain untuk keperluan riset namun juga digunakan untuk membuktikan keselamatan PLTN kepada masyarakat luas.

Penulis: Gabriella Alodia (University of Leeds)

Comments