..sambungan dari Bagian 2
Indonesia memiliki potensi shale gas yang sangat besar, bahkan 3 kali lebih besar dari gas alam konvensional. Namun hanya sekitar 8-10% potensi shale gas yang bisa dieksploitasi. Hal ini seharusnya tidak menjadi halangan, karena berkaca pada sejarah, Indonesia sempat ‘divonis’ akan kehabisan minyak bumi pada kisaran 1990an. Nyatanya, hingga kini produksi minyak bumi masih berlanjut. Hal ini tentu erat kaitannya dengan kemajuan teknologi dan SDM yang bergerak pada sektor tersebut.
Secara teknologi pun, tidak ada lompatan energi yang cukup signifikan dari eksploitasi gas bumi dengan shale gas. Amerika Serikat telah berhasil memiliki teknologi untuk eksploitasi shale gas. Karena teknologi bersifat universal, tidak ada alasan untuk Indonesia untuk ‘tidak bisa’ menerapkannya.
Di sisi lain, eksploitasi CBM akan memakan waktu yang sangat panjang dari segi pengolahan. Pengeboran CBM pun cenderung harus dilakukan secara rutin dan terus menerus, tidak boleh berhenti sewaktu-waktu, sehingga peran regulasi harus kuat utamanya di bidang komunikasi kepada masyarakat sekitar.
Selain shale gas dan CBM, sumber energi fosil yang perkembangannya cukup pesat di Indonesia ialah Liquefied Natural Gas (LNG), yang dari sisi distribusi memiliki tingkat kompleksitas yang rendah. Indonesia sangat maju dalam produksi LNG, namun permintaan akan LNG sendiri masih sangat minim di Indonesia, sehingga sebagian besar produksi LNG harus diekspor. Potensi LNG di Indonesia sendiri masih sangat besar, utamanya di wilayah Indonesia Timur, yang salah satu tantangannya ialah capital cost yang besar lantaran lokasinya yang cukup menantang (perairan laut dalam).
..bersambung ke Bagian Akhir
Penulis: Gabriella Alodia (University of Leeds)