/

December 27, 2015

Kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ke United Kingdom

Kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di KBRI London, UK

Kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di KBRI London, UK

Pada tanggal 19 Desember 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti mengadakan pertemuan dan dialog bersama masyarakat Indonesia dan mahasiswa di UK yang bertempat di KBRI, London. Dalam pertemuan tersebut yang dihadiri lebih dari 50 orang, Bu Menteri mengulas potensi Indonesia yang lebih tepat disebut sebagai negara maritim. Hal ini dikarenakan 2/3 wilayah Indonesia terdiri atas lautan dan hanya 1/3 wilayahnya nya berupa daratan. Untuk itulah Kabinet Kerja yang Presiden Jokowi saat ini memfokuskan program kerjanya untuk merestorasi bidang kemaritiman. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil laut dan memiliki banyak kapal-kapal besar yang beroperasi di wilayah NKRI, namun satu isu yang perlu diangkat: Mengapa hasil ekspor perikanan Indonesia hanya berada pada peringkat ketiga di Asia Tenggara?

Menurut Bu Menteri, hal ini terjadi dikarenakan terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Dari sekitar 1,6 juta jumlah nelayan, pada tahun ini turun drastis menjadi setengahnya. Selain itu pula banyak eksportir perikanan lokal yang gulung tikar.

Permasalahan yang terjadi ini sangat bertolak belakang dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia selama dan berbanding terbalik dengan klaim yang mengatakan bahwa sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia “baik-baik saja”.

Indonesia memang kaya akan hasil laut, akan tetapi sektor kelautan dan perikanan belum optimal dalam menyumbang pundi-pundi ekonomi RI. Hal ini disebabkan oleh banyak hasil tangkapan ikan yang dicuri oleh kapal-kapal asing. Kapal-kapal tersebut beroperasi dengan menggunakan bendera Indonesia dan menggunakan surat ijin fiktif dalam merampok potensi kelautan RI. Akar masalahnya adalah banyaknya mafia yang bermain di bidang kelautan dan perikanan, mulai dari mafia lokal yang bermain sebagai agen pemilik UPI (Usaha Pengolahan Ikan) fiktif, hingga mafia-mafia kelas kakap yang mendompleng nama-nama besar sebagai backing usaha-usaha perikanan illegal. Kondisi tersebut juga diperparah dengan minimnya patroli laut untuk menertibkan illegal fishing di wilayah kedaulatan RI.

Untuk menangani hal tersebut, solusi yang digagas oleh Bu Susi antara lain: 1). Menindak tegas kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah Indonesia dengan cara mengenggelamkannya. Untuk mengeksekusi solusi tegas tersebut, Bu Susi telah berdialog dan menandatangani kesepakatan besama  dengan enam  Duta Besar negara tetangga guna membahas aturan pelanggaran batas wilayah laut; 2). Membuat kebijakan seperti regulasi ukuran kapal yang beroperasi dengan GT (Gross Tonnage, yaitu ukuran volume lambung kapal) tertentu, hingga regulasi penggunaan troll atau lebar jaring juga dinilai akan memberikan pengaruh besar pada efektivitas dan produktivitas sektor kelautan dan perikanan. Penerapan kebijakan-kebijakan tersebut memberikan dampak cukup signifikan dimana jumlah pemasukan RI dari ekspor hasil laut meningkat secara bertahap, dari 8.3, 8.7, hingga menjadi 8.9%. Kemudian, hasil penangkapan ikan di dalam negeri juga meningkat drastis menjadi 240% tahun ini.

Adapun tindakan yang dilakukan oleh KKP tersebut masih menuai pro dan kontra di dalam negeri, antara lain: munculnya isu bahwa tindakan seputar penenggelaman kapal asing akan memperburuk hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara tetangga. Dalam hal ini, Bu Susi mengatakan bahwa pelanggaran batas maritim adalah mutlak pelanggaran hukum lokal dan hukum internasional sehingga hak Negara untuk bertindak tegas. Permasalahan mengenai isu bilateral dapat diselesaikan dengan negosiasi dan agreement yang jelas. Salah satunya dengan cara menyampaikan update tentang kebijakan kelautan kita kepada negara-negara tetangga dan menggarisbawahi bahwa tindakan tegas akan diambil jika ada pelanggaran. Persetujuan tersebut juga bersifat dua arah, artinya nelayan Indonesia yang melanggar batas juga harus memperoleh konsekuensi yang sama.

Isu selanjutnya yang muncul adalah dengan semakin ketatnya perijinan, terlebih lagi adanya periode pemberhentian sementara kegiatan penangkapan ikan skala besar, maka jumlah penangkapan ikan di wilayah RI akan menurun, sehingga kebijakan tersebut tidak efektif untuk peningkatan ekonomi. Terkait isu ini, Bu Susi berpendapat bahwa yang dialami Indonesia adalah draining hasil laut, banyak hasil laut dilarikan ke luar wilayah Indonesia. Oleh karena itu, tidak akan menjadi masalah, karena hasil laut tetap berada di wilayah Indonesia.

Kemudian, muncul juga isu bahwa ikan harus terus ditangkap, kalau tidak maka akan mati dan tidak menyumbangkan sedikit pun kemanfaatan ekonomi. Menurut Bu Menteri, alam tidak akan pernah berkurang tanpa campur tangan manusia, sekalipun ikan mati, maka akan jadi makanan bagi ikan-ikan yang masih hidup dan ikan-ikan tersebut akan tumbuh besar untuk ditangkap di kemudian hari.

Isu lain yang juga merebak adalah ikan bersifat migran (berpindah dari satu wilayah ke wilayah laut lain), maka kebijakan patrol laut yang sampai menenggelamkan kapal tidak terlalu efektif. Dalam hal ini, bu Menteri menyatakan bahwa jika memang benar ikan bersifat migran, maka seharusnya nelayan-nelayan asing tidak perlu sampai masuk ke wilayah kedaulatan RI untuk mencari ikan, cukup menunggu di wilayah negara mereka.

Setelah pemaparan isu kemaritiman oleh Bu Menteri, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh Bapak Kedubes RI. Suasana dialog berlangsung dengan hangat dan kekeluargaan. Diakhir pertemuan Bu Menteri menyampaikan bahwa jika ingin bertanya seputar KKP dapat melalui twitter beliau dan dapat pula mengakses langsung website: http://reformasi-birokrasi.kkp.go.id/
http://kkp.go.id/

 

Dept. Riset-Kastra PPI UK

From the same category