Zahra Amalia Syarifah – Undergraduate University of Glasgow
Suatu saat guru sejarah SMA saya di Indonesia meminta kami untuk mencari artikel di internet tentang kemerdekaan Indonesia untuk dikumpul minggu depan. Waktu mengumpul tugas tersebut alangkah kagetnya guru saya waktu melihat tugas saya dan semua teman sekelas saya yang persis sama: artikel copy paste dari Wikipedia, entri pertama yang kami temukan waktu mengetik ‘kemerdekaan Indonesia’ di Google.
Budaya copy paste tersebut merupakan secuil cerminan pendidikan di negeri kita. Teknologi bukannya membantu kita mencari ilmu, tapi malah melestarikan budaya malas dan plagiat dengan kemudahan menyalin teks digital dan mengakuinya sebagai karya kita. Bahkan sampai di jenjang perguruan tinggi hal tersebutpun masih sering saya temui dari cerita teman-teman saya di tanah air yang menggampangkan tugas dari dosen dan lebih suka copy paste tulisan entah dari mana. Ilmu yang sudah dipelajari di kelaspun menguap karena tidak terpakai. Kalau begitu, untuk apa ‘mencari ilmu’?
Seharusnya karya tulis kita adalah buah dari pikiran dan refleksi kita dari ilmu yang sudah dipelajari di kelas. Masalahnya, sistem pendidikan negeri kita belum sepenuhnya mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif, tapi menjadi penerima ‘ilmu’ yang pasif. Padahal ilmu harus terus bergerak dan berkembang.
Dua tahun yang lalu saya pindah sekolah ke sebuah college di Devon, Inggris Raya. Waktu itu saya mengambil mata pelajaran Sosiologi dan Media yang menuntut saya untuk banyak menulis essay dan academic paper, padahal college adalah pendidikan setingkat SMA di Indonesia. Betapa kagetnya saya, yang dulunya siswa langganan ranking 10 besar di Indonesia ketika mendapatkan nilai E untuk essay-essay saya.
Tepi essay saya dipenuhi coretan tinta merah guru saya, mengomentari gaya bahasa, struktur naskah, sampai substansi essay-essay saya yang dinilainya kurang kritis. Saya sempat putus asa dan memilih menyerah saja dengan nilai E, dan kalaupun mendapat nilai C waktu kelulusan nanti saya akan sujud syukur. Tapi membayangkan orang tua di tanah air yang sudah mengikhlaskan saya bersekolah jauh-jauh menghantui, menuntut nilai yang lebih baik dari E ataupun C.
Saya sadar bahwa selama di tanah air saya kurang dibekali dengan skill berargumen yang baik dan cara presentasi naskah akademis, padahal poin-poin tersebut adalah hal vital untuk mendapatkan nilai bagus dalam sistem pendidikan di Inggris. Atau sudahkah saya diajari hal-hal itu selama kelas Bahasa Indonesia waktu SMA? Tapi sepertinya saya sudah memilih untuk melupakan ilmu-ilmu itu karena kebiasaan copy paste saya yang sepertinya sudah mengurat akar.
Kebiasaan copy paste saya akhirnya tercabut sampai ke akar-akarnya setelah dua tahun mengenyam pendidikan di Inggris. Apalagi dengan adanya software TurnitIn yang dapat memeriksa apakah kita telah memplagiat tulisan orang lain bahkan menunjukkan sumbernya, serta ancaman drop out bila kita memang terbukti melakukan plagiarisme. Dari sinilah saya belajar mengekstrak ilmu, dari kelas dan dari bacaan untuk diparafrase dalam bahasa saya sendiri, dan itulah sebenarnya sari pati pendidikan, untuk memahami bukan hanya mengerti.
Tidak sampai di situ, saya bahkan dituntut untuk kritis dalam menulis essay. Memberi sudut pandang lain dalam suatu topik dengan dukungan bukti ilmiah yang hanya bisa dilakukan bila saya benar-benar meluangkan waktu untuk melakukan riset dan membaca secara ekstensif. Ini jelas-jelas berbeda dari cara kerja search engine semacam Google, dan di sinilah skill research saya berkembang secara dramatis. Dengan berpikir kritislah ilmu akan terus berkembang, mengalir, tidak statis lalu menguap.
Pada akhir tahun kedua saya di college saya lulus dengan nilai yang baik, jauh di atas C yang tadinya saya harapkan, bahkan saya ditunjuk untuk mewakili angkatan saya dalam graduation speech. Selain ijasah dan rasa bangga yang bertumpuk-tumpuk karena saya akhirnya diterima di universitas impian dan bahkan mendapatkan scholarship, sayapun sudah belajar untuk melupakan tombol control + c dan control + v di keyboard komputer.
Profil Penulis
Zahra Amalia Syarifah – University of Glasgow
Prestasi/Organisasi/Penghargaan
1. Penerima beasiswa International Excellence Scholarship dari University of Glasgow dan Student Ambassador University of Glasgow
2. Anggota tim redaksi website PPI Glasgow
—————-
Divisi Pengabdian Masyarakat – PPI UK 2013-2014