/

July 6, 2012

Pesan BJ Habibie – CID’12 L.A.

Rekan-rekan, berikut pesan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang kami terima dari salah seorang delegasi yang mengikuti kongres Diaspora Indonesia di Los Angeles, 6-8 Juli 2012.

Semangat CID 2012 “ The Power of Harmony in Diversity. Unleashed Worldwide.

Semoga bermanfaat.

Tim Pesan Abang
Perhimpunan Pelajar Indonesia UK | Pengabdian Masyarakat
/mfa


Pesan BJ Habibie

Kepada Peserta Congress of Indonesian Diaspora (CID), Los Angeles, 6-8 Juli2012

Pimpinan dan Peserta
Congress of Indonesian Diaspora yang saya hormati dan banggakan

Assalamualaikum w w
Salam Sejahtera

Ketika saya menerima permintaan dan undangan Dr. Dino Patti Djalal — melalui Ilham Habibie, anak saya — maka saya dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu: antara saya memenuhi undangan tersebut – karena begitu penting acara Congress of Indonesian Diaspora (CID) ini; dengan kegiatan dan komitmen lain yang harus saya lakukan pada saat yang sama. Mengingat juga kondisi saya yang tidak muda lagi (76 tahun, pada tanggal 25 Juni yang lalu) maka pilihan sulit tersebut saya atasi dengan menyampaikan „Pesan Tertulis“ ini. Demikian, mudah-mudahan para Peserta dan Pimpinan CID dapat memaklumi dan memaafkan ketidakhadiran saya.

Hadirin yang terhormat,

Pertama-tama, saya sampaikan Selamat atas terselenggaranya forum yang merupakan ajang silaturahmi atar para diaspora Indonesia dari seluruh Amerika dan bahkan dunia ini. Congress of Indonesian Diaspora (CID) ini amat penting sebagai wahana bertukar informasi dan pemikiran serta pengalaman dalam rangka partisipasi aktif para diaspora untuk ikut merencanakan dan memperjuangkan terwujudnya Indonesia yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera dan berkeadilan di masa depan.

Dari bahan yang sempat saya pelajari, CID adalah forum yang mempunyai potensi sumberdaya manusia (SDM) yang besar. Dengan berbekal pengalaman, kesungguhan dan dedikasi pada bangsa Indonesia, mereka dapat menjadi bagian dari kekuatan intelektual, kekuatan sosial, dan bahkan kekuatan ekonomi yang signifikan untuk berperan aktif terwujudnya Indonesia masa depan yang kita idamkan tersebut.

Ada beberapa advantages lain mengapa CID dapat berperan nyata dalam ikut merencanakan dan mewujudkan masa depan Indonesia tersebut;

Pertama, bekal pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang diperoleh para diaspora Indonesia selama belajar dan berkarya di luar negeri — dengan berbagai latar belakang keahlian dan kepakaran yang amat beragam — akan amat dibutuhkan dan berguna untuk ikut merajut masa depan bangsa.

Kedua, dengan posisi para diaspora jauh dari tanah air, diharapkan dapat melihat secara lebih jernih lagi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan tantangan serta peluang yang harus diraih di masa depan. Para diaspora Indonesia dapat terbebas dari “hiruk-pikuk“ situasi di tanah air yang sering tidak produktif. Mereka juga terbebas dari “polusi pemikiran, gagasan dan bahkan interes politik sesaat“ yang sebenarnya juga kontra-produktif bagi upaya mewujudkan Indonesia masa depan yang kita citakan tersebut.

Ketiga, dengan pembelajaran langsung di negara tempat mereka belajar, bekerja dan berkarya, mereka dapat belajar bagaimana negera atau bangsa yang telah maju tersebut dapat memecahkan permasalahan masing-masing dan bagaimana mereka meningkatkan produktivitas, daya saing serta kemandirian mereka untuk menjadi negara maju dan diperhitungkan.

Dengan tiga kelebihan tersebut, saya amat berharap pada diaspora Indonesia yang hadir dalam forum CID ini dapat secara aktif memberikan sumbangan pemikiran dan juga upaya untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa yang akan saya kemukakan.

 

Hadirin yang terhormat,

Di bawah ini saya sampaikan beberapa permasalahan yang secara nyata dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya, sebagai bahan yang dapat dibahas dalam forum CID ini. Banyak permasalahan yang dihadapi, tetapi saya hanya mengemukakan dua hal saja, yaitu: (1) masalah kesenjangan Dunia Usaha kita, dan (2) masalah ketimpangan „Neraca Jam Kerja“.

Permasalahan Kesenjangan Dunia Usaha

Apabila kesejahteraan dan keadilan yang merata bagi seluruh warga bangsa, maka untuk menilai seberapa jauh sasaran tersebut telah kita capai, kita perlu melihat kemampuan berkarya (kualitas) dari sumberdaya manusia Indonesia, yang antara lain tercermin dalam profil lapangan kerja mereka.

Ternyata dari data yang kita peroleh menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup memprihatinkan, sebagaimana dapat dilihat pada data berikut:

1. Usaha Kecil dan Usaha Menengah menyediakan 99,46 % lapangan kerja, sementara lapangan kerja yang disediakan oleh Usaha Besar hanya mencapai 0,54%.
2. BPD dalam perekonomian nasional disumbang oleh hasil Usaha Besar (44,9%) hasil Usaha Kecil dan Menengah (55,1 %).
3. Perbandingan Nilai Tambah yang dihasilkan tiap lapangan kerja oleh UK : UM : UB adalah 1 : 3 : 170 (perbandingan yang ideal adalah 1:1:1 ± 10%).

Hal ini mencerminkan adanya:
– kesenjangan kualitas sumberdaya manusia;
– kesenjangan pendidikan;
– kesenjangan produktivitas; dan
– kesenjangan penguasaan Iptek.

Kesenjangan tersebut harus dikoreksi karena akan mengakibatkan peningkatan kesenjangan antara miskin dan kaya dan menghambat daya saing ekonomi nasional, yang pada gilirannya akan menghambat tercapainya sasaran kesejahteraan dan keadilan yang merata bagi seluruh warga bangsa.

Gambaran tentang kesenjangan tersebut juga mengingatkan kita bahwa masalah kualitas sumberdaya manusia merupakan persoalan utama bangsa, yang harus menjadi perhatian dan hendaknya menjadi “tema sentral” dalam berbagai upaya kita untuk membangun masa depan secara konsisten dan berkesinambungan.

Masalah ketimpangan „Neraca Jam Kerja“

Sejarah telah membuktikan bahwa hanya suatu masyarakat yang sumberdaya manusianya merdeka dan bebas saja, yang dapat meningkatkan produktivitasnya dan daya saing mereka.

Perilaku sumberdaya manusia dipengaruhi oleh budaya dan agama masyarakat bersangkutan, yang diperoleh dari kualitas proses pembudayaan. Ketrampilan sumberdaya manusia ditentukan oleh sistem pendidikan, penelitian dan kesempatan bekerja masyarakat bersangkutan pula.

Perilaku dan keterampilan sumberdaya manusia tersebut sangat menentukan kemampuan berpikir, berkarya dan bekerja dengan produktivitas dan daya saing tinggi.

Dalam proses “globalisasi“ perhatian utama diberikan sekitar mekanisme “jual-beli“ bilateral, multilateral dan global. Mekanisme Pasar yang tadinya didominasi sumberdaya alam dan produk karya nilai tambah dan biaya tambah sumberdaya manusia, maka sekarang diwarnai dengan komoditas baru yang kita kenal sebagai “mata uang“. Arus Informasi yang berlangsung cepat, tidak semua sempurna dan rentan terhadap manipulasi, sehingga akan sulit menghasilkan kebijakan yang tepat, cepat dan berkualitas. Mekanisme pasar dan teori ekonomi yang berlaku perlu disempurnakan!

Melalui proses globalisasi tanpa disadari negara berkembang – termasuk Indonesia — telah menjual modal sumberdaya alam perkebunan dan pertambangan yang dimiliki, yang dibayar dengan mengimpor produk yang tidak dibuat sendiri!

Pertanyaan-pertanyaan yang harus kita jawab adalah:

* Bagaimana nasib masyarakat, yang tanpa disadari menkonsumsi produksi negara lain?

* Bagaimana sumberdaya manusia dapat berkembang dan menjadi unggul jikalau karya dan produksinya tidak dibina sedini mungkin dan harus bersaing dengan produksi masyarakat lain yang telah menikmati insentip pembinaan dan pengembangan oleh masyarakatnya sendiri?

* Bagaimana membiayai proses pembudayaan dan pendidikan sumberdaya manusia jika modal sumberdaya alam sudah dikuasai oleh jaringan investor negara lain?

* Bagaimana daya saing dan produktivitas sumberdaya manusia dapat ditingkatkan jikalau lapangan kerja untuk produksi barang konsumsi domestik tidak diperhatikan oleh Masyarakatnya sendiri?

* Dapatkah kita biarkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat konsumen dan bukan masyarakat produsen produk manifaktur?

* Dapatkah kita biarkan masyarakat Indonesia terus menkonsum produk hasil karya nilai tambah masyarakat lain, karena karya nilai tambah sendiri tidak cukup diperhatikan dan dibina?

* Sadarkah kita bahwa dalam produk impor tersembunyi “jam kerja“ masyarakat lain?

* Akankah kita biarkan terus ketimpangan kita dalam “Neraca Jam Kerja“, karena kita terlalu berorientasi pada Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran saja?

Kepada para diaspora Indonesia saya minta untuk merenungkan dan mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagaimana kita perlu menyeimbangkan neraca jam kerja. Bagaimana kita dapat mengingatkan dan memberi masukan para pengambil kebijakan di tanah air untuk merumuskan strategi dan kebijakan nyata guna mengoreksi ketimpangan neraca jam kerja tersebut. Bagaiman kita perlu menyadarkan saudara-saudara kita di tanah air, bahwa membeli produk apa pun yang dibuat di dalam negeri sama dengan mempertahankan dan mengembangkan lapangan kerja atau jam kerja yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dan pemerataan kesejahteraan dan ketentraman.

 

Hadirin yang terhormat,

Uraian di atas menyadarkan kita bahwa yang harus kita perhatikan dan prioritaskan adalah kepentingan rakyat Indonesia sendiri, sebagai bangsa yang bermartabat, yang sedang berjuang menuju cita-cita, dengan berbagai keterbatasan yang ada.

Kita mesti berkeyakinan bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh keunggulan sumberdaya manusia Indonesia yang memiliki nilai-nilai budaya dan agama yang tinggi, serta memahami dan menguasai mekamisme pemgembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secanggih apapun.

Prasyarat merdeka dan bebas telah kita raih bersama untuk masa depan yang lebih sejahtera, tentram dan cerah merata bagi kita.

Demikian, sekedar pesan dan masukan dari saya. Selamat berdiskusi dan berjuang untuk masa depan Indonesia yang lebih baik lagi!

Wassalamualaikum w w

Munchen, 6 Juli 2012
Bacharuddin Jusuf Habibie

Sumber: http://www.diasporaindonesia.org/pdf/PesanBJHabibieCID.pdf

From the same category