Nadia Yusticka Bintoro, Beasiswa Chevening, Newcastle
Satu hal yang sering saya miris adalah bagaimana sistem perkuliahan hanya menghasilkan sarjana dengan gelar dan bukan pribadi yang berkarakter.
Dan disini saya bukannya akan mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia. Tidak, tidak pantas manakala saya tidak pernah berkuliah di Indonesia. Apa kapasitas dan kredibilitas saya untuk mengkritisi sedangkan tidak pernah mengalami.
Yang akan menjadi fokus saya adalah perkuliahan di luar negri.
Hang on there, my friends. I may bruise your ego here and there with this article. But trust me, it’s for a better constructivist criticism.
Adalah dimulai ketika saya pertama kali berkuliah S1 di Australia di kota Melbourne. Being that close to Indonesia, Australia is sure being the first option for Indonesian students seeking for overseas education. Jadi bisa dipastikan bahwa gampang sekali menemukan orang Indonesia sedang berbicara bahasa Indonesia dengan sesama nya di Melbourne Central ataupun di Flinders station. Yang mana hal itu, irritates me a lot! I’m going to rant here a lil bit, which I hopes point-point ini bisa menjadi bahan pemikiran kita bersama untuk perubahan yang lebih baik.
Pertama, apa point nya, dan apa nilai tambahan dari sekolah ke luar negri kalau anda tetap bergaul dengan teman-teman yang sama yang anda punya di Jakarta, Surabaya, Medan atau dimanapun itu, dan tetap berbicara bahasa Indonesia? For pete’s sake, your parents do not pay you to go overseas to take Bahasa lesson! Hasil akhirnya: banyak lulusan luar yang tetap saja gagap kalau disuruh bicara bahasa inggris, which is a waste of money .
Efek samping selain kegagapan tersebut adalah terciptanya pribadi manja, penakut, dan tidak mandiri. Gimana mau mandiri, kalau kebanyakan mahasiswa Indonesia yang ada juga biasanya tinggal dengan mahasiswa Indonesia lainnya. Nyaman memang, tapi apa bedanya dengan kuliah di UI kalau begitu?
Cara menyiasatinya? Kalau di Australia, saya suka menyamar jadi orang Thailand. Selain teman yang memang sudah kenal lama, teman-teman di uni saya tidak ada yang tahu kalau saya orang Indonesia. Jadinya yang ada saya selalu berbahasa inggris dengan siapapun, pun ketika berbelanja di Indonesian market. Minusnya? Kadang kangen dengan bahasa Indonesia. Tapi karena itulah skype dan telephone diciptakan, untuk menghubungi dan mengobrol dengan teman-teman di Indonesia yang memang berbahasa Indonesia.
Kedua, saya selalu mencari akomodasi yang jauh-jauh dari ‘orang Indonesia’. Sombong? Bukan. Hanya ingin meraih kesempatan sebanyak-banyaknya. Selain homestay, saya selalu memilih tinggal di shared university accommodation dengan teman-teman dari berbagai negara berbeda. Sure, it’s not always picture perfect tapi disitulah seninya bersentuhan dengan kultur budaya lain. Untuk melihat rupa-rupa perilaku manusia di dunia. Lagian, kapan lagi bisa having friends for life dari Canada, Swedia dan Scotland kalau bukan dengan berbagi rumah dan suka-duka bersama?
The idea of having fun for some (or many) Indonesian students are going to club and experience the British culture. I got it. I won’t forbid it (lagian siapa saya yang main melarang-larang segala). But if you want to do it, do it with the Brits! Not another Indonesians! At least, kalau bergaul dengan the Brits themselves, kamu bisa belajar dari master nya langsung. Semacam orang inggris belajar angklung dari orang inggris lainnya, ga masuk akal kan? Mending dia belajar langsung dari orang sunda nya.
Benar kita memang berkulture komunal. Tapi ingat deh, selagi anda-anda disini mendapat privilege untuk bersekolah di luar negri, manfaatkan dengan baik.
Dari gesekan-gesekan dengan teman beda negara, dari interaksi dengan mereka baik formal dan non-formal, pribadi anda juga akan lebih terasa. Satu hal yang pasti, anda pasti jadi lebih pede. Level kefasihan anda dalam berbahasa inggris pasti langsung meroket dengan tinggi.
[spoiler title=”(klik) Profil: Nadia Yusticka Bintoro ” open=”0″ style=”1″]
Nadia Yusticka Bintoro
Master, International Multimedia Journalism, University of Newcastle-upon-Tyne
1. Penerima beasiswa Chevening 2010-2011 Pemerintah Inggris
2. Travel Writer untuk koran berbahasa inggris The Jakarta Globe
3. Klik Contoh artikel tulisan Nadia:
Love her writings or hate her guts, drop her an email at: nadia.bintoro@gmail.com
[/spoiler]