Seminar Perpajakan: Hak dan Kewajiban Perpajakan Diaspora
dan Sosialisasi Pengisian SPT Tahunan

19 Maret 2021

“Aspek kepatuhan pajak, seperti membayar pajak dan melaporkan SPT, merupakan bukti nyata kontribusi warga negara dalam proses pembangunan nasional. Tersedianya berbagai pelayanan elektronik perpajakan yang dapat diakses diaspora, seperti layanan e-filing untuk pelaporan SPT Tahunan membuat kewajiban pajak dapat dipenuhi dengan mudah.”

– H. E. Desra Percaya, PhD –  

Narasumber

desra

Desra Percaya, Ph.D

Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris, Irlandia, dan IMO

Suryo Utomo, Ph.D 

Direktur Jendral Pajak 

Darussalam LLM Int.Tax

Managing Partner DDTC (Danny Darussalam Tax Center)

Prof. Haula Rosdiana

Guru besar Ilmu Kebijakan Pajak, Departmen Ilmu Administrasi Fiskal

FIA Universitas Indonesia

“Aspek kepatuhan pajak, seperti membayar pajak dan melaporkan SPT, merupakan bukti nyata kontribusi warga negara dalam proses pembangunan nasional. Tersedianya berbagai pelayanan elektronik perpajakan yang dapat diakses diaspora, seperti layanan e-filing untuk pelaporan SPT Tahunan membuat kewajiban pajak dapat dipenuhi dengan mudah.”

– H. E. Desra Percaya, PhD –  

Kutipan pernyataan ini disampaikan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Inggris Raya, H. E. Desra Percaya, PhD, saat memberikan sambutan dalam seminar perpajakan yang digelar oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) pada Jumat (19/3) pagi waktu London. Desra turut menunjukkan bukti kepatuhannya dalam menyampaikan SPT sebelum jatuh tempo pelaporan. Dalam diskusi daring yang dihadiri oleh ratusan pelajar Indonesia di Inggris Raya tersebut, praktisi, akademisi, dan pemerintah membahas hak dan kewajiban perpajakan diaspora. Diaspora menjadi tema penting yang patut diperbincangkan terutama mengingat kepastian status subjek Pajaknya. Diskusi ini dimoderatori oleh Irene Santi Bukit, mahasiswi doktoral dari University of Nottingham.

Dalam sambutannya, Gatot Subroto, Ketua PPI UK, turut menyampaikan pentingnya kepatuhan Pajak. Dalam sistem demokrasi, pajak memainkan peran sangat penting bagi suatu negara. Pajak adalah perekat negara dan rakyat, wujud nyata dari suatu ikatan social contract. Di Indonesia, sekitar 80% pembiayaan negara bersumber dari pajak yang dibayar rakyat. Kehadiran KBRI di London ini dan layanan yang diberikan, adalah contoh pembelanjaan uang pajak rakyat. Dan sesuai dengan prinsip demokrasi, semua manfaat dari uang pajak ini hendaknya kembali dinikmati oleh rakyat. Begitu pula dengan beasiswa LPDP yang berasal dari keringat rakyat Indonesia. Bahkan, ketika semua pihak berharap peranan pemerintah untuk membawa Indonesia naik kelas, dan untuk keluar dari krisis pademik COVID-19, kita semua pada prinsipnya berharap banyak dari kekuatan instrumen PAJAK. Karena itu, sepatutnya kita menunjukkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan kita.

WNI di Luar Negeri Tidak Kena Pajak Berganda 

Dalam seminar tersebut hadir narasumber dari Direktorat Jenderal Pajak, Dr Nufransa Wira Sakti S.Kom, M.Ec, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak. Frans, biasa disapa, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Desra Percaya yang sudah menunjukkan kepatuhan pajak dan menjadi teladan bagi diaspora di Inggris Raya. Dengan melaksanakan kewajiban perpajakan, sebagai warga negara kita dapat menjadi pahlawan-pahlawan yang membantu dalam pemulihan kondisi negara selama pandemic, ujar Frans. 

Lebih lanjut, Frans memaparkan bahwa kehadiran Pasal 111 UU Cipta Kerja makin memperjelas perlakuan perpajakan untuk subjek Pajak dalam negeri (SPDN) dan subjek Pajak luar negeri (SPLN).  Frans menyampaikan diaspora dapat memilih untuk menjadi wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri. Adanya klasifikasi tersebut dimaksudkan agar tidak adanya pajak berganda. Pemenuhan syarat WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan untuk menjadi SPLN dilakukan dengan mengadopsi skema tie breaker rule yang lazim digunakan pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Syarat-syarat tersebut adalah bertempat tinggal di luar Indonesia, memiliki pusat kegiatan utama di luar Indonesia, dan/atau menjalankan kebiasaan di luar Indonesia. Selanjutnya, diaspora yang mengajukan untuk menjadi SPLN, wajib menjadi subjek Pajak negara lain terlebih dahulu untuk menghindari status stateless, ujar Frans dengan tegas.  

Hal senada diutarakan oleh Darussalam, S.E., Ak., CA., M.Si., LL.M Int. Tax, Managing Partner Danny Darussalam Tax Centre. Secara lebih teknis, Darussalam menjelaskan empat konsekuensi dari status subjek Pajak diaspora. Pertama, basis pengenaan pajak untuk  SPDN adalah penghasilan neto, sementara SPLN dikenai pajak atas bruto. Kedua, SPDN melaporkan seluruh penghasilan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri (worldwide indome). SPLN tidak memiliki kewajiban melapor, dan hanya dipotong pajak atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia saja. Ketiga, SPDN dikenai pajak berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh atas basis net income. Adapun SPLN dikenai pajak berdasarkan tarif proporsional atau berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atas basis penghasilan bruto. Keempat, mengenai mekanisme pelaporan pajak, SPDN melaporkan kewajiban pajaknya melalui SPT, sementara SPLN tidak perlu melaporkan SPT karena pemungutan atau pemotongan pajaknya di Indonesia bersifat final.     

Sosialisasi SPT Tahunan bagi Diaspora

Tim DJP turut memberikan pencerahan pengisian SPT melalui pemaparan oleh Inge Diana Rismawanti selaku Kepala Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan serta Satrio Adhi Wibowo dan Nidya Hapsari sebagai perwakilan dari Direktorat Perpajakan Internasional. Pemaparan oleh Tim DJP diberikan dengan memberikan ilustrasi mengenai aspek pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan Diaspora, aspek tax treaty UK-Indonesia, dan case-by-case terkait status Subjek Pajak WNI yang sedang berada di luar negeri dan status penghasilannya. Inge, sebagai penutup, juga menyampaikan kanal kanal DJP yang selalu dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi dan bantuan bagi setiap wajib pajak baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar.

Terbentuknya INTACT UK, Tax Centre Indonesia Pertama di Luar Negeri 

Kegiatan seminar ini juga meresmikan hadirnya sebuah organisasi baru, terdiri dari para mahasiswa Indonesia di UK dan diaspora yang terikat dengan ketertarikan atas tema pajak, bernama INTACT UK (Indonesian Tax Centre in the United Kingdom). Intact UK merupakan sebuah platform diskusi bidang perpajakan yang bersifat independen, inklusif, global, multi perspektif yang didesain untuk menjadi tempat bertemunya akademisi, policymakers, praktisi pajak dalam dan luar negeri untuk dapat memberikan insights yang sangat berharga bagi perkembangan sistem perpajakan di Indonesia.

PPI UK Bersama dengan KBRI London sangat mendukung terbentuknya platform diskusi perpajakan tersebut dan sepakat dengan INTACT UK bahwa collective knowledge dapat turut menjadi jawaban dalam menghadapi tantangan fiskal yang semakin menantang di tengah globalisasi, persaingan antar negara, perubahan bisnis model yang semakin borderless dan digital, dan tantangan pandemi. Senada dengan harapan Ketua INTACT UK, Samudera Putra, PPI UK berharap INTACT UK dapat menjadi prekursor munculnya Indonesian tax center di negara lain sehingga perspektif perpajakan indonesia dapat semakin global dan dapat menjadi bagian dari strategic engine of change dalam menciptakan sistem pemajakan Indonesia yang adapatif, resilience dan equitable.

 

Narahubung,

Dyah Adi Sriwahyuni

Departemen Riset dan Kajian Strategis, PPI United Kingdom

+447438794608