Indonesia 2016: Sebuah Retrospeksi

Perekonomian Indonesia mengalami masa-masa perlambatan selama tahun 2015. Hal ini disebabkan perekonomian global yang menunjukkan pelemahan serta dalam kondisi ketidakpastian sebagai dampak lesunya ekonomi Amerika Serifat dan ekonomi Cina sepanjang 2015. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun 2015 hanya bergerak di kisaran 4.6%, PDB sekitar 5.5%, dengan tingkat inflasi sebesar 5.5% yang mengindikasikan belum pulihnya perekonomian secara global. Meskipun indikator ekonomi di tahun 2015 tetap berada dalam koridor sehat, akan tetapi pertumbuhan ekonomi selama 15 tahun ini dengan munculnya kaum kelas menengah di Indonesia perlu dicermati agar tidak kehilangan momentum pertumbuhan sebagai negara yang memiliki pasar yang menjanjikan bagi investasi.

Pemerintah sudah menetapkan RAPBN 2016 dengan beberapa asumsi indikator ekonomi yaitu1:

  1. Pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5.5%
  2. Tingkat inflasi berada pada level 4.7%.
  3. Nilai tukar Rp/Dollar sebesar Rp. 13.400.
  4. Suku bunga 3 bulan sebesar 5.5%.
  5. Indonesia’s crude oil price sebesar 60/$.
  6. Kenaikan minyak Indonesia sebesar 830 ribu barrel per hari.
  7. Kenaikan gas sebesar 1.155 ribu barrel setara minyak per hari.

Permasalahan pada tahun 2015 berupa kecilnya serapan belanja pemerintah yang hanya berkisar 2.1% di tahun 2015, diharapkan meningkat menjadi 3.2%. Hal ini disertai dengan target peningkatan belanja modal sebesar 5%     dibandingkan pada tahun 2015 yang hanya sebesar 3.7%.   Disamping itu target BI untuk menurunkan BI rate merupakan indikasi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2016. Meningkatnya belanja modal   bagi pembangunan infrastruktur akan menurunkan tingginya biaya ekonomi yang masih dirasa tinggi oleh pelaku bisnis. Menurunkan biaya akan disertai peningkatan inovasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang usaha dan terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Variabel utama ekonomi dunia berupa: pertama: pertumbuhan ekonomi; kedua: harga komoditas; serta ketiga: aliran modal ke negara berkembang2. Nampaknya variabel pertama dan kedua tidak menunjukkan perubahan secara mendasar di tahun 2016, namun variabel ketiga memberi peluang bagi pertumbuhan investasi, mengingat Fed meningkatkan  suku bunga pada akhir tahun 2015. Sebagai konsekuensi, aliran dana akan mengalir ke emerging countries, seperti Indonesia.

Basis pertumbuhan pada tahun 2015 yang berupa konsumsi perlu dicermati, mengingat disisi produksi tidak menunjukkan perkembangan yang berarti.   Stagnasi perekonomian dunia perlu dibarengi dengan upaya pemerintah untuk melakukan penguatan disisi produksi, terutama dengan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) per tahun 2016.  MEA menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menyiapkan Indonesia agar memiliki daya saing global, terutama inovasi bagi produk Indonesia dan penguatan kapasitas tenaga kerja Indonesia di pasar global.

Tantangan dan Peluang Investasi di Indonesia bagi UK

Perdana Menteri inggris, David Cameron (kiri), dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (kanan), Juli 2015 di Jakarta dalam rangka membahas dana pinjaman oleh Inggris kepada Indonesia untuk membangun infrastruktur ekonomi. (AFP: Adek Berry)

Sebagai negara terbesar keempat dalam perekonomian dengan jumlah penduduk sebesar 252 juta jiwa dan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4.7%, Indonesia tetap menarik untuk dijadikan sebagai tempat investasi. Pasar domestik Indonesia termasuk empat terbesar didunia dengan 50% dibawah usia 30 tahun. Peluang dari berkah demografi Indonesia hingga tahun 2020 memberi ruang bagi investasi baru di Indonesia, salah satunya pemerintah Inggris.

Indonesia dimata Inggris merupakan ‘the most promising growth markets’   disamping India dan Filipina, dipandang dari sudut demografi yang cukup besar bagi investasi Inggris, disamping Indonesia menunjukkan progres reformasi politik yang cukup baik dibandingkan negara lainnya.

Basis ekonomi Inggris di tahun 2016 yang lebih didominasi oleh konsumsi rumah tangga pada komoditas ‘low price’ dan jasa, maka pertumbuhan PDB diperkirakan sebesar 2.6%. Diharapkan investasi Inggris akan meningkat sebesar 3.7% di tahun 2015.

Peningkatan investasi Inggris di tahun 2016, diharapkan dapat dilakukan di Indonesia, mengingat Inggris merupakan salah satu dari lima negara investor terbesar di Indonesia sejak 2012-2014. Investasi Inggris di Indonesia menunjukkan trend peningkatan yaitu sebesar USD 419 juta pada tahun 2011 meningkat sebesar USD 1.45 milliar pada tahun 2014. Harapan ini diawali melalui kerjasama British Chamber of Commerce (BritCham) dengan melakukan investasi ke dua provinsi di Indonesia yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat yang akan dimulai pada tahun 2016.

Menilik pada pertumbuhan Euro yang diprediksi hanya 1.5% pada tahun 2016, investasi ke negara berkembang menjadi salah satu alternative diversifikasi portofolio investasi yang baik. Konsumsi Inggris yang berbasis komoditas  ‘low price’ memberi peluang bagi pengusaha Indonesia untuk memenuhi permintaan  atas komoditas murah tersebut.

Sebagai produsen minyak dan gas, Inggris memiliki peluang investasi dan perdagangan di Indonesia mengingat kebutuhan Indonesia untuk pembangkit listrik 35.000 MW, jaringan gas bagi transportasi dan rumah tangga, serta pembangunan kilang minyak.  Dari sepuluh investasi terbesar Inggris dari tahun 2003-2014, empat diantaranya bergerak di sektor energi.

Rekomendasi bagi pemerintah Indonesia saat ini untuk meningkatkan iklim investasi dan bisnis lebih pada beberapa isu terkait investasi, yaitu:

  1. Pembangunan infrastruktur dan jaringan layanan guna menurunkan biaya transaksi yang tinggi.
  2. Penguatan aturan yang lebih transparan bagi perdagangan dan investasi.
  3. Komitmen pemerintah pada pencegahan korupsi pada berbagai level.
  4. Konsolidasi politik yang menjamin stabilitas dan keamanan berinvestasi di Indonesia.

Tantangan dan peluang berikutnya adalah MEA yang diterapkan per 2016 sebagai momentum bagi peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kata kunci bagi daya saing adalah inovasi produk yang tinggi. Teknologi menjadi salah satu katalis bagi meningkatnya daya saing, disamping komitmen pemerintah untuk menurunkan biaya transaksi dan biaya modal yang masih tinggi. Investasi pada manusia menjadi keharusan bagi peningkatan kompetensi tenaga kerja. Investasi manusia yang meliputi pendidikan dan keterampilan serta kesehatan  secara jangka panjang mampu berkontribusi pada peningkatan daya saing bangsa di persaingan global, baik di pasar tenaga kerja maupun pasar produk Indonesia.

Investasi dan Pengentasan Kemiskinan

Pemukiman penduduk di bantaran kali Ciliwung kawasan Manggarai, Jakarta. (Kredit foto Heru Haryono, okezone.com)

Bank Dunia dalam laporannya ‘Perception of Inequality Report 2014’ menyatakan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia belum merata. Terdapat empat ketidaksetaraan tersebut:

  1. Ketidaksetaraan pada kesempatan
  2. Ketidaksetaraan di pasar kerja untuk mengembangkan ketrampilan
  3. Konsentrasi kemakmuran pada kelompok masyarakat tertentu.
  4. Ketidaksetaraan dalam merespon hambatan ekonomi.

Hukum Pareto 20-80 nampaknya menjelaskan bahwa 20% kelompok masyarakat di Indonesia menguasai 80% kemakmuran sebagai hasil dari pertembuhan ekonomi yang signifikan selama 15 tahun terakhir ini. Isu ini berkait dengan bagaimana distribusi kemakmuran harus dilakukan seperti yang disampaikan Thomas Piketty3 dalam Capital in the 21st Century bahwa ketidaksetaraan akan muncul apabila pertumbuhan kemakmuran lebih besar dari pertumbuhan ekonomi (g), inilah yang disebut sebagai patrimonial capitalism.

Kembali ke tulisan Jakob Sumardjo di Harian Kompas4, 12 April 2014 tentang dua kata yaitu adil dan makmur, sangat menarik untuk didiskusikan. Pandangan tersebut merepresentasikan upaya melawan lupa bahwa tujuan penyelenggaraan negara yang salah satunya adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur. Keadilan pada dasarnya adalah sebuah kontrak imajiner antara warga negara dan masyarakatnya. Pertanyaannya adalah bagaimana sebuah keadilan dapat dituangkan dalam kesamaan harapan antara masyarakat dan para pemimpinnya?

Aristoteles memperkenalkan keadilan lewat ‘treat equals equally and unequals unequally’ yang akhirnya memunculkan definisi-definisi baru soal keadilan. Keadilan menjadi semacam persoalan perbandingan yang tidak bermakna monolitik. Mengenali sebuah masyarakat adil tidaklah bisa diperoleh jika hanya menyorot pada satu entitas masyarakat. Disinilah peran negara untuk mampu mengenai masyarakatnya secara multikulturistik. Itulah sebabnya gagasan keadilan seperti yang dikemukan Amartya Sen adalah keadilan yang dapat direalisasikan (The ideas of justice).

Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang dihasilkan melalui negara yang adil dan pengaturan sosial serta perilaku yang benar warga negaranya. Bagaimana mungkin negara dan penyelenggaranya dapat mereduksi ketidakadilan jika tidak memahami keragaman dan nilai-nilai yang dianut masyarakatnya?

Investasi harusnya menjadi upaya untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan kemakmuran secara jangka panjang perlu disertai dengan perlindungan pada masyarakat yang paling lemah dalam struktur ekonomi. Beberapa rekomendasi yang bias dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk mensinergikan investasi dan peningkatan kapasitas masyarakat:

  1. Program perlindungan sosial yang lebih konkret mengatasi kemiskinan secaraterstruktur.
  2. Penciptaan lapangan kerja bagi seluruh lapisan masyarakat.
  3. Pecegahan korupsi di seluruh lapisan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi iklim investasi.
  4. Pemberlakuan pajak atas kemakmuran, bukan hanya atas income, guna memperkecil gap kesenjangan.

Harapan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dibarengi dengan distribusi pendapatan akan menjadikan pembangunan yang berkesinambungan tidak hanya dalam konteks ekonomi tetapi pembangunan manusia Indonesia.

 

Herlina Yoka Roida
Sedang menempuh studi S3 di UCLAN UK
Kepala Divisi Economic & Investment
Departemen Riset dan Kajian Strategis
PPI UK

 

Referensi
1Departemen Keuangan RI (2015) , Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun 2016.
2Goldman Sachs Research (2015),  2016 Macroeconomic Outlook for UK – Asia: Deceleration in China , Growth Opportunities in India, Indonesia and the Philippines.
3Piketty, T. (2014), Capital in The Twenty-First Century, Belknap Press.
4Sumardjo, J. (2014), Adil dan Makmur, Opini Kompas, 12 April 2014