Jalan Panjang Pemberantasan Korupsi, Sebuah Inspirasi dari Novel Baswedan

13 Desember 2020

Nusantara Virtual Café series mengangkat topik isu korupsi sebagai refleksi peringatan hari antikorupsi internasional yang jatuh pada tanggal 9 Desember. Imaduddin Abdullah (PhD student at King’s College London) yang merupakan wakil ketua PPI UK 2020-2021 bertindak sebagai moderator. Pembicara pada kesempatan ini adalah Novel Baswedan – penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia.

Narasumber

Imadudin Abdullah

PhD Student,
King’s College London

Novel Baswedan 

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia)

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Transparency International, Indonesia berada pada peringkat ke-85 dari 198 dalam hal tingkat indeks persepsi korupsi (corruption perceptions index). Secara nilai absolut, nilai skor untuk Indonesia hanya 40 dari skala 100. Jika kita melihat laporan tahun-tahun sebelumya, nilai skor Indonesia hanya naik sebesar delapan points selama tujuh tahun kebelakang (32 points pada tahun 2012). Ini merupakan progress yang sangat lambat dan merupakan tingkat yang cukup memalukan bagi Indonesia karena termasuk kedalam kelampok negara dengan tingkat korupsi yang cukup masif.

Perbulan November – Desember 2020, ada dua menteri aktif yang terjerat dan tertangkap kasus korupsi, yaitu Menteri Kelautan dan Perikatanan Indonesia dan Menteri Sosial. Hal ini merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan karena mengingat bangsa kita sedang berjuang keras menghadapi pandemi COVID-19 dan resesi ekonomi yang berdampak dan menganggu tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Perlu kita pertanyakan bahwa sudah separah apa tingkat korupsi di Indonesia sebenarnya? Untuk menjawab hal itu, Novel Baswedan menjelaskan definisi dari tindakan korupsi. Pada hakikatnya, korupsi merupakan suatu perbuatan yang menguntungkan diri sendiri dan/atau kelompok terntentu, dan (dapat) melibatkan dan bekerjasama dengan aparatur negara sehingga menghambat tujuan negara, yaitu pembangunan dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga bertolak belakang dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Novel juga menjelaskan bahwa korupsi di Indonesia dapat dikatakan berada pada tingkat yang sudah luar biasa dan memalukan, semakin luas, berbahaya dan mengkhawatirkan. Jika kita putar kebelakang, banyak kasus yang dapat mendukung pernyataan ini. Pertama, pernah terjadi tindakan korupsi pada bidang kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pada tingkat distribusi pangan. Ada suatu tindakan yang ditemukan bahwa kepentingan impor kebutuhan bahan pangan, yang seyogyanya merupakan instrumen dalam mengatasi defisit penawaran terhadap permintaan (supply-demand), “sengaja” dilakukan oleh suatu kelompok atau kartel tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan impor tersebut.

    “dalam melakukan tindakan jangan sekali-kali berharap atau berorientasi terhadap pujian karena pasti kita akan jatuh ketika mendapatkan cacian atau kritik dan membuat kita menjadi frustasi” – Novel Baswedan

    Dari masalah ini, kita bisa melihat jelas banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh tindakan korupsi, yaitu (1) mematikan komoditas lokal, (2) kesejahteraan masyarakat terganggu, dan (3) potensi pengurangan lapangan kerja. Kedua, tindakan pidana korupsi yang berkaitan dengan aspek sumberdaya alam di mana banyak ditemukan penyimpangan proses yang menyalahi aturan hukum, seperti tidak mengindahkan peraturan mengenai dampak lingkungan. Ini sangat menyedihkan, di mana dampaknya tidak hanya dapat merambat ke aspek ekonomi dan hukum, tetapi juga ketingkat kesinambungan lingkungan.  Ketiga, banyak kasus korupsi yang banyak dilakukan oleh aparatur-aparatur negara pada tingkat yang kecil dan menganggu pelayanan publik sehingga merugikan negara dan khususnya masyarakat. Terlebih, tindakan korupsi ini bisa menjalar kepelanggaran kepada Hak Asasi Manusia (HAM).

    Lebih lanjut Novel menyampaikan bahwa pada sejatinya bukan hanya uang negara yang hilang akibat tindakan pidana korupsi (berdasarkan kasus korupsi yang ditemukan oleh KPK), tetapi juga optimalisasi negara untuk memberikan layanan ke warga negaranya juga terganggu. Padahal, layanan publik itu sumbernya adalah dana publik (dari masyarakat) untuk masyarakat dan lagi-lagi dampaknya pada terganggunya kesejahteraan masyarakat.

    Menurut Novel, ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan korupsi. Pertama, ketika seseorang memiliki pola pikir “investasi” untuk mengicar jabatan tertentu maka seseorang tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembalikan nilai “investasinya” ditambah lagi dengan keuntungan yang harus dia peroleh. Bagaimana caranya? Dengan mengandalkan kekuasaan yang dia miliki untuk mengatur sedimikian rupa sehingga seseorang tersebut mendapakan nilai “investasinya” kembali. Kedua, Perbuatan jahat itu ada sifat adiktifnya yang didorong oleh sifat psikologis seseorang maupun faktor lingkungan. Ketiga, dalam suatu sistem dengan lingkungan kekuasaan yang memiliki kecenderungan untuk memperkaya kelompok tertentu – maka dengan sangat mudah dan membuka peluang untuk melakukan tindak korupsi bagi kelompok tersebut secara sistemik. Keempat, tindakan negatif (dalam konteks ini tindakan korupsi), tercermin dari lingkungan seseorang tumbuh dan sebagian besar dapat dilihat dari kehidupan sosialnya yang pasti tidak sesuai dengan norma masyarakat.

    Novel juga menyoroti bahwa ada hal-hal yang dinilai perlu dilakukan sebagai tindakan efektif dalam menurunkan tindakan korupsi, yaitu perbaiki tata kelola, kualitas dan personil penegakan hukum dengan cara mengeleminasi orang-orang yang korupsi di penegak hukum itu sendiri. Hal yang tidak kalah penting adalah political willingness dari seluruh elemen pemerintah, yakni dengan menjadikan isu korupsi sebgai isu prioritas dan isu serius yang harus dieleminasi.

    Kemudian, ada hal yang menarik ditanyakan oleh moderator kepada Novel Baswedan, yaitu apakah ada penyesalan menjadi penyidik KPK setelah mendapatkan ancaman, terror, dan bahkan telah berkorban dari sisi jiwa raga? Novel dengan sangat jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak ada sama sekali penyesalan menjadi penyidik KPK.

    Sebagai penutup, Novel Baswedan memberikan pesan kepada mahasiswa Indonesia di Inggris bahwa Indonesia sangat layak untuk diperjuangkan meskipun masih banyak pekerjaan rumah, terutama berkaitan dengan isu korupsi di Indonesia. Alasannya adalah kita adalah orang Indonesia, keluarga kita adalah orang Indonesia, teman-teman kita adalah orang Indonesia, dan seluruh warga negara Indonesia perlu kita lindungi dari praktek negatif seseorang atau kelompok tertentu. Kedua, perjuangan dalam memberantas korupsi adalah bukti cinta kita kepada tanah air dan bangsa Indonesia dan ini merupakan kewajiban yang kita harus penuhi sebagai warga negara Indonesia. Ketiga, kita harus memahami bahwa sejatinya kita sedang membangun karakter kita, sehingga jika kita melakukan prilaku dan perbuatan yang baik maka dampaknya juga akan positif kepada diri kita sendiri. Keempat, dalam melakukan tindakan jangan sekali-kali berharap atau berorientasi terhadap pujian karena pasti kita akan jatuh ketika mendapatkan cacian atau kritik dan membuat kita menjadi frustasi. Pesan itulah yang disampaikan oleh Bang Novel untuk kita semua. Terima kasih Novel Baswedan yang telah menjadi garda terdepan dalam perang melawan korupsi! (Safira-Reinaldy-Rakyan/Rikasrat).